Proses Pendidihan dan Penguapan
Fenomena ini mungkin jarang kita amati, atau bahkan sebagian kita merasa ini adalah hil yang mustahal. Kenapa? Karena perubahan temperatur, normalnya, mengindikasikan perubahan panas. Semakin tinggi temperatur sebuah zat, semakin panas juga dia. Untuk menaikkan temperatur sebuah zat, kita dapat memanaskan zat tersebut. Sebaliknya, untuk mendinginkan sebuah zat, maka sebagian panasnya harus dibuang sehingga pada akhirnya temperaturnya berkurang. Kulkas, atau refrigerator, adalah piranti umum yang dapat mengambil panas suatu zat dan dibuang ke lingkungan. Oleh karena itu bagian belakang kulkas panas dan bisa dipakai untuk mengeringkan pakaian — ini termasuk ide daur ulang energi yang cerdas menurut saya.Namun sebenarnya tidak selalu demikian. Misalnya kita ingin menguapkan sejumlah air. Ketika tepat mendidih (biasanya pada temperatur 100°celcius), kita tetap memberikan panas (misalnya panas api dari kompor) supaya dia benar-benar mendidih. Tanda air tepat mendidih adalah muncul gelembung-gelembung udara dari dasar panci namun gelembung itu meletus di dalam air sehingga terdengar bunyi mendesis. Jika kita matikan kompor saat itu, maka gelembung-gelembung tersebut langsung hilang. Kejadian Ini menandakan temperatur air turun.
Jadi kompor tetap dinyalakan (untuk memberikan panas pada air). Gelembung-gelembung terus bermunculan dan terlihat mereka seakan-akan berjuang untuk dapat sampai ke permukaan air. Pada saat ini, meskipun air terus menerima panas, tapi temperaturnya tidak berubah, tetap 100°celcius. Kita bisa uji ini dengan cara meletakkan termometer ke dalam air selama proses pendidihan berlangsung.
Jika gelembung-gelembung udara tersebut berhasil sampai di permukaan air, maka disebut air telah mendidih — sebagian air (zat cair) telah berubah menjadi uap (gas). Ambil termometer lain dan coba ukur temperatur gas yang berada tepat di atas permukaan air — nilainya pasti sama atau lebih tinggi dari 100°celcius. Pada kondisi ini, panas yang diterima uap air dipakai untuk menaikkan temperaturnya — kondisi kembali normal.
Kalor dan Kalor Laten
Cerita ini digambarkan oleh diagram temperatur-energi perubahan fase. Istilah “panas” yang sering kita ucapkan sehari-hari adalah energi yang dipakai untuk mengubah temperatur zat — disebut juga dengan istilah kalor. Nilainya diberikan oleh
.
dengan adalah panas yang terlibat (diterima atau dilepaskan zat, satuan joule (J)), adalah massa zat (kg), adalah kalor jenis (J/kg.K), dan adalah perubahan temperatur yang dialami oleh zat (K, kelvin).
Ada konsep baru yang disebut di sini, yaitu kalor jenis.
Kalor jenis adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan
temperatur satu kilogram zat sebanyak 1 K (atau setara dengan 1°celcius)
— ini sesuai dengan satuannya J/kg.K. Setiap zat memiliki nilai yang berbeda-beda. Air misalnya, memiliki nilai J/kg.K.
Oke, kita lanjut. Bagaimana dengan panas yang terlibat selama proses perubahan fase? Panas ini disebut panas laten atau kalor laten. Istilah “laten” berasal dari bahasa Inggris, “latent“,
yang berarti “tersembunyi”. Zaman orba dulu, istilah laten sering
dipakai untuk mencap paham komunis sebagai bahaya laten. artinya paham
ini adalah bahaya yang tidak terlihat tapi sesungguhnya adalah bahaya.
Ini seperti api dalam sekam, apinya tidak terlihat dari luar tapi
sesungguhnya dia ada di sana.
Kalor laten, dalam termodinamika, dirumuskan sebagai
dengan adalah kalor laten, adalah massa zat, dan adalah kalor jenis laten (J/kg).
Penggunakan Diagram T-Q
Salah satu penggunaan diagram T-Q adalah
menghitung panas yang terlibat selama proses perubahan fase berlangsung.
Gambar di bawah ini contoh diagram T-Q untuk air (wujud padat, cair,
dan gas). Misalnya, untuk mencairkan es butuh 334 kJ panas (kalor
laten). Untuk mendidihkannya butuh 418,6 kJ panas. Untuk menguapkannya,
butuh 2260 kJ (kalor laten). Jadi, setidak-tidaknya butuh 3012,6
kilojoule panas! Nilai ini akan bertambah jika temperatur es di bawah
0°celcius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar